Komunitas Dota 2 di luar Cina tengah gempar, seiring dengan keputusan pelarangan tampil dua pemain Filipina di Chongqing Major karena kalimat rasis yang mereka lontarkan ke pemain-pemain Cina
IDGS, 27 November 2018 - Meski orang-orang menyetujui alasan dari sanksi tersebut, namun banyak figur-figur ternama dari komunitas merasa kecewa sekaligus khawatir akan dampak dari sanksi itu ke depannya, apalagi jika memperhitungkan fakta bahwa sanksi tersebut tidak datang dari Valve sebagai developer, publisher, sekaligus pencetus resmi dari event tersebut, melainkan dari pemerintahan lokal kota Chongqing.
Banyak pemain-pemain profesional yang jengkel atau marah dengan sanksi tersebut, salah satunya kapten dari Ninjas in Pyjamas, Peter "ppd" Dager.
24, 2018C'mon China.... What are you doing?? ??????
— Peter Dager (@Peterpandam)
Mantan pemain pro Aliiance sekaligus streamer populer, Henrik "AdmiralBulldog" Ahnberg juga mengekspresikan kecemasannya akan sanksi yang diterima oleh Carlo "Kuku" Palad dan Rolen Andrei Gabriel "skemberlu" Ong dan bagaimana kasus itu akan berdampak bagi The International 2019 (TI9) yang akan digelar di Shanghai, Cina:
24, 2018move ti9 out of china
— Henrik Ahnberg (@AdmiralBulldog)
TI9 adalah gelaran The International pertama di benua Asia. Sebelumnya, TI digelar di Jerman pada 2011, lalu Seattle dari 2012 hingga 2017, hingga Kanada untuk edisi tahun ini. Dengan mengapungnya kasus Kuku dan Skem, banyak pihak mencemaskan integritas dari turnamen terbesar Dota 2 sekaligus kompetisi eSports dengan prize pool terbesar di dunia itu. Maka dari itu, banyak pihak yang mengusulkan venue alternatif, termasuk AdmiralBulldog:
24, 2018cis or sea are the two regions that deserve a TI
— Henrik Ahnberg (@AdmiralBulldog)
Dan juga streamer populer lainnya yang juga mantan pemain pro, WehSing "SingSing" Yuen:
24, 2018Think the world is ready for the Amsterdam international.
— Sing (@SingSing)
Banyak orang dalam komunitas yang heran kenapa Valve seolah-olah tak ingin ikut campur dalam kasus tersebut. Host, analist, dan ahli statistik Alan "Nahaz" Bester adalah salah satu di antaranya. Hal ini dikarenakan telah terjadi beberapa kasus rasis serupa namun tidak pernah ada yang berujung hingga sanksi seberat yang diterima Kuku dan Skem. Jangankan ditendang dari suatu turnamen, belum ada pemain sebelumnya yang ditendang dari event sekelas Major hanya karena kasus yang sama.
24, 2018Of everything I have heard regarding all of this, I think it is Beef’s final sentence that both disturbs me most and is most symptomatic of the underlying problem(s) that got us to this point. https://t.co/vleIQNih0B
— Nahaz (@NahazDota)
Sementara itu, manajer Forward Gaming, Jack Chen, mengatakan bahwa kasus tersebut menjadi parah seperti sekarang karena adanya kesalahan penanganan sejak awal:
24, 2018thing is, even if a large portion of the western community feels this is unwarranted or disproportionate...it doesn't really matter if you want people to not care the way you don't and see things your way. this became its own beast because it was not handled the best way at first
— Jack Chen (@KBBQDotA)
Banyak pihak yang menyerukan untuk diadakannya diskusi transparan antara pihak-pihak terkait dengan solusi yang lebih masuk akal, termasuk salah satu juara dari TI8, OG Sebastien "Ceb" Diebs:
24, 2018The point isn't about who's right or wrong & if they should be banned or not, the problem I see is how it's being handle by our community. We're making it bigger and fighting fire with fire instead of helping everyone calm down. They did a huge mistake, that is reprehensible 1/2
— 7ckngMad (@7ckngMadDOTA)
24, 2018First step is apologies and to make this an example for the future. Nevertheless the only topic now is the one of the punishment level and who's relevant to apply it. At the end of the day, it's valve's call. Ppl in china are offended and we can only respect that 2/2
— 7ckngMad (@7ckngMadDOTA)
Host asal Filipina, Eri Neeman juga menyerukan pengertian antara semua pihak terkait:
24, 2018Just to briefly highlight the big picture of things. Esports and Dota bring people together.
— Eri Neeman (@erineeman)
Doing this achieves the exact opposite.
They screwed up. They were punished. Give these kids a chance to be better.
The world already has too many walls. Let's not add more.
Jauhkan politik dari eSports
Mengapa komunitas Dota 2 dan bahkan pihak-pihak di luar Dota namun masih dalam lingkup eSports bereaksi keras akan sanksi Kuku dan Skem? Seperti yang sempat disinggung di atas: Integritas. Pada dasarnya, host dari event eSports tidak punya hak untuk melarang pemain mengikuti turnamen, karena hal itu bisa disalah gunakan untuk kepentingan tim tertentu.
Yang kedua, pelaku, dalam kasus ini Kuku dan Skem, telah ditindak tegas oleh tim mereka masing-masing (TNC Predator kepada Kuku, compLexity kepada Skem) dan apa yang dilakukan oleh pemerintahan lokal Chongqing seolah menghukum pihak yang tak ada sangkut pautnya dengan politik pun tidak jelas keuntungan politik apa yang bisa didapat dari tindakan tersebut.
Yang terakhir, pemerintahan Chongqing pada faktanya, mempolitisasi isu tersebut daripada bekerjasama dengan komunitas untuk kebaikan bersama.
Saat ini memang tengah ada tensi tinggi antara Filipina dan Cina, di mana Filipina terus menagih janji Cina memberikan pinjaman dana besar sebagai ganti atas beralihnya haluan Filipina dari Amerika Serikat untuk beraliansi dengan Cina. Pinjaman tersebut sampai sekarang ditengarai belum juga cair.
Perpecahan retoris yang melibatkan politik dua negara ini tentunya menempatkan Valve pada posisi sulit. Dan seperti yang terpampang sebelumnya, telah banyak orang dari komunitas Dota 2 yang menyerukan agar TI9 dipindahkan ke luar Cina.
Tentunya memindahkan venue tak semudah itu karena akan mengakibatkan kerugian besar dari Valve yang nampaknya telah bekerjasama dengan pemerintahan lokal kota Shanghai, tempat digelarnya TI9 kelak. Namun, membiarkan campur tangan politik masuk ke dalam kompetisi eSports yang menjunjung tinggi semangat olahraga yang fair tentu bukanlah solusi terbaik. (Stefanus/IDGS)